Selasa, 27 November 2018

Pelanggaran Kode Etik Profesi

                           Pengertian Pelanggaran Kode Etik profesi
Kode etik profesi merupakan sarana kontrol sosial bagi masyarakat atas profesi yang bersangkutan. Maksudnya bahwa etika profesi dapat memberitahukan suatu pengetahuan kepada masyarakat agar dapat memahami arti pentingnya suatu profesi, sehingga memungkinkan pengontrolan terhadap para pelaksana di lapangan kerja.
Adapun fungsi dari kode etik profesi adalah :
1.      Memberikan pedoman bagi setiap anggota profesi tentang prinsip profesionalitas yang digariskan
2.      Sebagai sarana kontrol sosial bagi masyarakat atas profesi yang bersangkutan
3.      Mencegah campur tangan pihak diluar organisasi profesi tentang hubungan etika dalam keanggotaan profesi.
Jadi pelanggaran kode etik profesi berarti pelanggaran atau penyelewengan terhadap system norma, nilai dan aturan profesional tertulis yang secara tegas menyatakan apa yang benar dan baik bagi suatu profesi dalam masyarakat.
Penyebab Pelanggaran Kode Etik Profesi
Pelanggaran kode etik profesi merupakan pelanggaran yang dilakukan oleh sekelompok profesi yang tidak mencerminkan atau memberi petunjuk kepada anggotanya bagaimana seharusnya berbuat dan sekaligus menjamin mutu profesi itu dimata masyarakat.
Tujuan Kode Etik Profesi adalah :
1.      Untuk menjunjung tinggi martabat profesi
2.      Untuk menjaga dan memelihara kesejakteraan para anggota
3.      Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi
4.      Untuk meningkatkan mutu profesi
5.      Meningkatkan layanan diatas keuntungan pribadi
6.      Mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat
Idealisme yang terkandung dalam kode etik profesi tidak sejalan dengan fakta yang terjadi di sekitar para profesional , sehingga harapan terkadang sangat jauh dari kenyataan. Memungkinkan para profesional untuk berpaling kepada kenyataan dan mengakibatkan idealisme kode etik profesi. Kode etik profesi merupakan himpunan norma moral yang tidak dilengkapi dengan sanksi keras karena keberlakuannya semata – mata berdasarkan kesadaran profesional. Penyebab pelanggaran kode etik profesi IT organisasi profesi tidak di lengkapi dengan sarana dan mekanisme bagi masyarakat untuk menyampaikan keluhan terhadap suatu kode etik IT.
Minimnya pengetahuan masyarakat tentang substansi kode etik profesi dan juga karena buruknya pelayanan sosialisasi dari pihak profesi itu sendiri. Belum terbentuknya kultur dan kesadaran dari para pengemban profesi untuk menjaga martabat luhur masing – masing profesi.
Alasan mengabaikan kode etik IT profesi antara lain :
1.      Pengaruh sifat kekeluargaan
Misalnya yang melakukan pelanggaran adalah keluarga atau dekat hubungan kekerabatannya dengan pihak yang berwenang memberikan sanksi terhadap pelanggaran kode etik pada suatu profesi, maka mereka akan cenderung untuk tidak memberikan sanksi kepada kerabatnya yang telah melakukan pelanggaran kode etik tersebut.
2.      Pengaruh jabatan
Misalnya yang melakukan pelanggaran kode etik profesi itu adalah pimpinan atau orang yang meiliki kekuasaan yang tinggi pada profesi tersebut, maka bisa jadi orang lain yang posisi dan kedudukannya berada dibawah orang tersebut akan untuk enggan melaporkan kepada pihak yang berwenang yang memberikan sanksi, karena kekawatiran akan berpengaruh terhadap jabatan dan posisinya pada profesi tersebut.
3.    Pengaruh masih lemahnya penegakan hukum di Indonesia, sehingga menyebabkan pelaku pelanggaran kode etik profesi tidak merasa khawatir melakukan pelanggaran.
4.      Tidak berjalannya kontrol dan pengawasan dari masyarakat
5.      Organisasi profesi tidak dilengkapi denga sarana dan mekanisme bagi masyarakat untuk menyampaikan keluhan
6.      Rendahnya pengetahuan masyarakat mengenai substansi kode etik profesi, karena buruknya pelayanan sosialisasi dari pihak profesi sendiri
Upaya Pencegahan  Pelanggaran Kode Etik Profesi
Kasus – kasus pelanggaran kode etik akan ditindak lanjuti dan dinilai oleh dewan kehormatan atau komisi yang terbentuk khusus untuk itu, karena tujuannya adalah mencegak terjadinya perilaku yang tidak etis. Seringkali kode etis juga berisikan tentang ketentuan – ketentuan profesional, seperti kewajiban melapor jika ketahuan teman sejawat melanggar kode etik. Ketentuan itu merupakan akibat logis dari self regulation yang terwujud dalam kode etik.
Ada beberapa alasan mengapa kode etik perlu untuk dibuat. Beberapa alasan tersebut adalah (Adams., dkk, dalam Ludigdo, 2007) :
a.   Kode etik merupakan suatu cara untuk memperbaiki iklim organisasionalsehingga individu-individu dapat berperilaku secara etis.
b.   Kontrol etis diperlukan karena sistem legal dan pasar tidak cukup mampu mengarahkan perilaku organisasi untuk mempertimbangkan dampak moral dalam setiap keputusan bisnisnya.
c.   Perusahan memerlukan kode etik untuk menentukan status bisnis sebagai sebuah profesi, dimana kode etik merupakan salah satu penandanya.
d.   Kode etik dapat juga dipandang sebagai upaya menginstitusionalisasikan moral dan nilai-nilai pendiri perusahaan, sehingga kode etik tersebut menjadi bagian dari budaya perusahaan dan membantu sosialisasi individu baru dalam memasuki budaya tersebut.
Seperti kode etik itu berasal dari dirinya sendiri, demikian juga diharapkan kesediaan profesi untuk menjalankan kontrol terhadap pelanggar. Namun demikian, dalam praktek sehari – hari kontrol ini tidak berjalan dengan mulus karena rasa solidaritas tertanam kuat dalam anggota – anggota profesi, tetapi dengan perilaku semacam itu solidaritas antar kolega ditempatkan diatas kode etik profesi dan dengan demikian maka kode etik profesi itu tidak tercapai, karena tujuan yang sebenarnya adalah menempatkan etika profesi di atas pertimbangan – pertimbangan lain. Masing – masing pelaksanaan profesi harus memahami betul tujuan kode etik profesi baru kemudian dapat melaksanakannya.
Kode etik profesi merupakan bagian dari etika profesi. Kode etik profesi merupakan lanjutan dari norma – norma yang lebih umum yang telah dibahas dan dirumuskan dalam etika profesi. Kode etik ini lebih memperjelas, mempertegas dan merinci norma – norma tersebut sudah tersirat dalam etika profesi. Dengan demikian kode etik profesi adalah sistem norma atau aturan yang ditulis secara jelas dan tegas serta terperinci tentang apa yang baik dan yang tidak baik, apa yang benar dan apa yang salah dan perbuatan apa yang dilakukan oleh seorang profesi.
Contoh Kasus dalam Cyber Crime dalam megeri
Kasus : Kejahatan kartu kredit yang dilakukan lewat transaksi online di Yogyakarta. Polda DIY menangkap lima carder dan mengamankan barang bukti bernilai puluhan juta, yang didapat dari merchant luar negeri. Begitu juga dengan yang dilakukan mahasiswa sebuah perguruan tinggi di Bandung, Buy alias Sam. Akibat perbuatannya selama setahun, beberapa pihak di Jerman dirugikan sebesar 15.000 DM (sekitar Rp 70 juta). Para carder beberapa waktu lalu juga menyadap data kartu kredit dari dua outlet pusat perbelanjaan yang cukup terkenal. Caranya, saat kasir menggesek kartu pada waktu pembayaran, pada saat data berjalan ke bank-bank tertentu itulah data dicuri. Akibatnya, banyak laporan pemegang kartu kredit yang mendapatkan tagihan terhadap transaksi yang tidak pernah dilakukannya. Modus kejahatan ini adalah penyalahgunaan kartu kredit oleh orang yang tidak berhak. Motif kegiatan dari kasus ini termasuk ke dalam cybercrime sebagai tindakan murni kejahatan. Hal ini dikarenakan si penyerang dengan sengaja menggunakan kartu kredit milik orang lain. Kasus cybercrime ini merupakan jenis carding. Sasaran dari kasus ini termasuk ke dalam jenis cybercrimemenyerang hak milik (against property). Sasaran dari kasus kejahatan ini adalahcybercrime menyerang pribadi (against person).
Penyebab : Password mudah ditebak atau dikenali, transaksi sembarangan (mesin gesek).

Pencegahan : Ganti password secara berkala dengan menyediakan beberapa password alternative yang kuat (menggunakan kombinasi simbol atau karakter khusus).

Pasal362KUHP
            Yang dikenakan untuk kasus carding dimana pelaku mencuri nomor kartu kredit milik orang lain walaupun tidak secara fisik karena hanya nomor kartunya saja yang dengan menggunakan software card generator di Internet untuk melakukan transaksi di e-commerce. Setelah dilakukan transaksi dan barang dikirimkan, kemudian penjual yang ingin mencairkan uangnya di bank ternyata ditolak karena pemilik kartu bukanlah orang yang melakukan transaksi. Pidana Penjara paling lama 5 tahun

Etika di Dalam Self-Driving Car

Nama kelompok :
1.Agnes Handayani
2.Asep Sujiono
3.Raka Nurhidayat
4.Ibnu Ahsan
Etika di Dalam Self-Driving Car

Mobil self-driving (juga dikenal sebagai mobil otonom atau mobil tanpa pengemudi) adalah kendaraan yang mampu merasakan lingkungannya dan bergerak dengan sedikit atau tanpa input manusia. Mobil otonom menggabungkan berbagai sensor untuk melihat sekelilingnya, seperti radar, visi komputer, Lidar, sonar, GPS, odometry, dan unit pengukuran inersia. Sistem kontrol lanjutan menafsirkan informasi sensoris untuk mengidentifikasi jalur navigasi yang tepat, serta hambatan dan tanda yang relevan.

Kelebihan:
Manfaat potensial termasuk mengurangi biaya, meningkatkan keamanan, meningkatkan mobilitas, meningkatkan kepuasan pelanggan dan mengurangi kejahatan. Manfaat keselamatan termasuk pengurangan tabrakan lalu lintas, mengakibatkan cedera dan biaya terkait, termasuk untuk asuransi. Mobil otomatis diprediksi akan meningkatkan arus lalu lintas, menyediakan mobilitas yang ditingkatkan untuk anak-anak, orang tua, cacat, dan orang miskin; membebaskan para pelancong dari tugas-tugas mengemudi dan navigasi; konsumsi bahan bakar lebih rendah; secara signifikan mengurangi kebutuhan tempat parkir; mengurangi kejahatan; dan memfasilitasi model bisnis untuk transportasi sebagai layanan, terutama melalui ekonomi berbagi.

TIDAK PERLU MAHIR BERKENDARA UNTUK BERKELILING KOTA DENGAN MOBIL
Masih banyak yang mengandalkan angkutan umum baik yang standar maupun berbasis online untuk berpindah tempat. Fenomena ini terjadi biasanya pengguna malas mengendarai kendaraan atau belum paham rute perjalanan di Kota.

HIDUP YANG LEBIH EFISIEN
Bagi kamu yang sering berkendara mobil, tentunya tidak bisa jauh dari kelelahan khususnya pengendara mobil manual. Kamu harus berpikir dan fokus di perjalanan supaya selamat sampai tujuan. Dengan munculnya Self-Driving Car, kamu bisa mengerjakan hal-hal positif lainnya, seperti mennyelesaikan tugas kantor, mencicil laporan skripsi, membuat PPT untuk paparan, dsb.
Kecanggihan

DAPAT MENGHINDARI PENGENDARA SEPEDA
Terutama di negara maju, banyak orang memilih naik sepeda untuk menuju ke suatu lokasi. Nah, mobil Google pun dirancang dapat mengenali para pengendara sepeda untuk menghindari kecelakaan. Misalnya saat ada pengendara akan berbelok di jalur mobil Google dan memberi tanda dengan lambaian tangan, sang mobil akan mengenali lambaian tangan tersebut. Mobil Google pun otomatis akan memperlambat lajunya atau berhenti, dan memberi kesempatan pada sang pengendara sepeda berbelok melalui jalurnya.

CUKUP AGRESIF
Mobil Google dirancang untuk lebih agresif, dia akan berjalan perlahan-lahan secara konsisten dan memberi tanda pada mobil lain bahwa ia ingin giliran melaju.

BISA NGEBUT
Untuk jalanan di dalam kota, mobil Google akan melaju dalam kecepatan normal. Tapi di jalan tol misalnya, mobil Google bisa juga berjalan kencang, bahkan di atas kecepatan yang diperbolehkan. Hal ini disengaja agar sang mobil tidak malah menghambat mobil di sekitarnya yang juga dalam kondisi cepat melaju.

MENDETEKSI LUBANG DI JALAN
Tim Google mendesain agar si mobil mampu mengenali polisi tidur atau lubang di jalanan. Si mobil tidak menghindari halangan tersebut, tapi akan memperlambat lajunya sehingga lebih mulus dalam melaluinya.

TERUS MENGAMBIL INFORMASI
Di situasi jalanan yang rumit, mungkin pengemudi manusia akan mengambil alih kendali karena merasa belum yakin. Nah dalam situasi ini, si mobil akan tetap mengambil info yang diperlukan sehingga tim Google dapat melakukan simulasi komputer bagaimana jika si mobil tetap berjalan otomatis dalam situasi jalanan rumit itu. Tim Google pun dapat memodifikasi perilaku sang mobil berdasarkan info yang dikumpulkannya.

Kelemahan

Masalah termasuk keamanan, teknologi, kewajiban, keinginan oleh individu untuk mengendalikan mobil mereka, kerangka hukum dan peraturan pemerintah; risiko kehilangan privasi dan masalah keamanan, seperti peretas atau terorisme; kekhawatiran tentang hilangnya pekerjaan yang berhubungan dengan mengemudi di industri transportasi jalan; dan risiko peningkatan suburbanisasi karena perjalanan menjadi lebih nyaman.

MENGHADAPI CUACA BURUK
Cuaca yang buruk membuat kontrol mobil Google lebih sulit, terutama karena pandangannya ke dunia sekitar terhalang. Keberadaan kabut misalnya, akan membatasi apa yang bisa dilacak radar. Kabar baiknya, tim Google sedang mengujicoba mobil ini agar di kemudian hari mampu menghadapi cuaca yang kurang bersahabat dengan mulus.

KEHILANGAN SINYAL
Sinyal selular diperlukan oleh si mobil untuk mengakses bank peta Google yang mendetail dan memungkinkannya mengirim informasi. Koneksi selular lemah sebenarnya tidak menjadi masalah, tapi jika hilang sama sekali, maka menurut tim Google, si mobil akan melakukan langkah pengamanan tertentu. Tidak disebutkan seperti apa, tapi kemungkinan sang mobil akan meminta manusia mengambil alih kemudinya.

MENGENALI POLISI
Sang mobil memang akan mengenali jika ada seseorang memberhentikannya di tengah jalan, tapi dia tidak akan mengenalinya sebagai polisi. Dalam situasi ini, si mobil mungkin akan sedikit kebingungan dan menyerahkan kendali pada pengemudi manusia.
SULIT MENGENALI BINATANG
Si mobil akan mengenali kerumunan manusia, pejalan kaki atau binatang besar seperti rusa yang mencoba menyeberang jalan, tapi dia belum dapat mengenali hewan kecil, misalnya saja tupai. Tupai masih terlalu kecil untuk dapat dikenali sensornya. Saat ini, tim Google masih memperbaiki teknologinya sehingga di masa depan makhluk sekecil tupai pun dapat terdeteksi.

BISA DIRETAS
Seorang peretas yang mampu membobol setiap sistem keamanan sekalipun tingkat keamananannya sangat tinggi dan seorang hacker dalam melakukan aksinya tidak bisa jauh dari koneksi internet. Teknologi Self-Driving Carini juga dilengkapi dengan akses internet. Apabila seorang peretas mampu mengambil alih sistem kemudi Self-Driving Car, tidak menutup kemungkinan dia mengendalikan sebebas-bebasnya. Itupun kalau cuma berniat mencuri mobilnya, lalu kalau dia sengaja menabrakkan mobil tersebut ke para pengguna mobil manual.

ETIS ATAU TIDAK ETIS?
1.      Setiap orang mengatakan driverless car bisa mengatasi kesalahan pengendara manusia. Namun, kita berpikir manusia sebagai seorang decision-maker bermoral. Bisakah kecerdasan buatan menggantikan kapasitas kita sebagai makhluk bermoral? Pada eksperimen tersebut, bayangkan trolley melaju cepat di jalurnya. Pada jalur tersebut, terdapat empat orang yang akan tertabrak. Namun, Anda dapat menggunakan tuas untuk mengganti jalur, yang terdapat satu orang. Apakah Anda akan menarik tuas tersebut dan membiarkan satu orang mati? Atau tidak melakukan apapun dan membiarkan empat orang mati? Insinyur di bidang autonomous car harus menjawab pertanyaan seperti ini, bahkan dengan skenario yang lebih kompleks. Pilihannya tidak Cuma membunuh satu atau lima. Apakah kendaraan akan memprioritaskan penumpang? Atau pejalan kaki? Atau keduanya? Atau mungkin tidak keduanya, yaitu mengembalikan keputusan ke tangan konsumer?
Kondisi ini dikenal dengan istilah “No-win”. Kondisi ini bisa terjadi jika kecelakaan tidak bisa dihindari. Kendaraan harus mengambil keputusan sebijak mungkin dengan berbagai pertimbangan moral. Sistem tidak hanya harus memiliki kecerdasan intelektual buatan, namun juga kecerdasan emosional buatan.
2.      Masalah etika lainnya adalah jumlah pekerjaan. Lebih dari 3,5 juta orang di Amerika Serikat bekerja sebagai sopir truk. Teknologi memang cenderung menghilangkan pekerjaan, namun menciptakan pekerjaan lain. Tapi, dengan revolusi teknologi ini, sepertinya tidak bisa dianggap semudah itu. Perusahaan teknologi dan pemerintah harus memiliki jawaban alternatif untuk permasalahan ini.
3.      Beberapa peneliti mengusulkan untuk adanya transparansi yang lebih dalam desain mobil ini. Transparansi dari algoritma bisa menjadi salah satu pertimbangan konsumer. Begitupun dalam hal pengembangan, perlu adanya kolaborasi yang terbuka antara filsuf etika professional dan insinyur pengembang. Dengan begitu, mereka bisa memiliki peran yang konkrit dalam pengambilan keputusan berdasarkan moral.

Kesimpulan:
Kelompok kami kurang setuju dengan adanya self driving car. Karena masih cukup beresiko jika adanya kecelakaan lalu lintas karena yang sebagai decision-maker adalah robot dan algoritma pemrograman yang diandalkan, karena mobil tanpa awak ini tidak memiliki perasaan atau moral jika dihadapkan dengan keselamatan orang lain dan akan sulit diproses jika ada suatu kecelakaan karena tidak ada kewenangan drivernya sebagai decision-maker.
Dan masih banyak kekurangan yang dapat membahayakan pengguna lain diantaranya adalah hacking yang dapat berbahaya karena hackernya bisa saja mengarahkan mobil untuk ditabrakan kepada mobil lain, batrei mobil habis yang bisa tiba tiba berhenti di tengah jalan dan membahayakan pengendara lain.
Dan undang undangnya yang belum jelas saat di operasionalkan, saat ini baru sedikit undang undang yang di legalkan dan digunakan di sejumlah negara yaitu hanya Jepang, Swedia dan Amerika Serikat, yang telah meloloskan undang-undang yang mengizinkan mobil canggih ini melaju di jalan raya.